1.
Pengertian
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi
sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi
jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis.
Berdasarkan
penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan
oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang
sudah tidak diperlukan
Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan
yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok
secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut:
a) Hipotensi: tekanan sistole kurang
dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
c) Perfusi perifer yang buruk, misalnya
kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
2.
Etiologi
Syok dapat
disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran
pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume
darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat).
Syok bisa
disebabkan oleh:
·
Perdarahan (syok hipovolemik)
·
Dehidrasi (syok hipovolemik)
·
Serangan jantung (syok kardiogenik)
·
Gagal jantung (syok kardiogenik)
·
Trauma atau cedera berat
·
Infeksi (syok septik)
·
Reaksi alergi (syok anafilaktik)
·
Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
·
Sindroma syok toksik.
3.
Klasifikasi
4.
Patofisiologi (Mekanisme Syok Secara
Umum)
a. Tahapan Syok
Keadaan
syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh),
dan ireversibel (tidak dapat pulih).
1) Tahap kompensasi
2) adalah tahap awal syok saat tubuh
masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan
pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal,
gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap
ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat
normal.
3) Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi
mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya
menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan,
tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda
dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat,
peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta
kesadaran yang mulai terganggu.
4) Tahap ireversibel dimana kerusakan
organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi
jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan
mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut
jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan
jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun
ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang
terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki.
5.
Gejala Umum
Tanda –
tanda shock secara umum :
Ø Keadaan umum lemah
Ø Perfusi : kulit pucat, dingin, basah
Ø Takikardi
Ø Vena perifer tidak tampak
Ø Tekanan darah menurun, sistolik
kurang dari 90 mmHg atau turun lebih dari 50 mmHg dari tekanan semula.
Ø Hiperventilasi.
Ø Sianosis perifer.
Ø Gelisah, kesadaran menurun
Ø Produksi urine menurun
6.
Pengkajian dan Penatalaksanaan
Kedaruratan Syok Secara Umum
Sebagai
penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat
dilakukan
apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah :
a. Melihat keadaan sekitar apakah
berbahaya (danger) , baik untuk
penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran
api)
b. Buka jalan napas korban, dan
pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)
c. Periksa pernafasan korban
(Breathing)
d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan
yang berlanjut (Circulation)
e.
Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear
f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu
tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut)
g. Lakukan penanganan cedera pasien
secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan,
denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.
7.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan pada klien yang sedang dalam keadaan darurat tergantung pada
masalah prioras yang ditampilkan oleh klien sebagai respon homeostasis tubuh,
Secara
umum hal yang paling diutamakan dalam kegawatdaruratan adalah pernapasan, dan
sirkulasi. Jadi diagnose yang mungkin muncul adalah;
1. Ineffective airway clearance (Nanda
1980, 1996, 1998) b/d Obstruksi Mekanik, Patologis, Penyakit sekunder
2. Risk Of Decrease Cardiac Output
(Nanda 1980, 1996, 1998) b/d Hipovolemik.
8.
Intervensi Keperawatan Gawat Darurat
Berdasarkan Klasifikasi
A. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik
disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung
menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan.
Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak
mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi
jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard
yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli
paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung.
Masalah yang ada adalah kurangnya kemampuan jantung
untuk berkontraksi. Tujuan utama
pengobatan adalah meningkatkan curah jantung.
Etiologi
Syok Kardiogenik
1. Gangguan kontraktilitas miokardium.
2. Disfungsi ventrikel kiri yang berat yang memicu
terjadinya kongesti paru dan/atau hipoperfusi
iskemik.
4. Komplikasi dari infark miokard akut, seperti:
ruptur otot papillary, ruptur septum, atau infark ventrikel kanan,
dapat mempresipitasi (menimbulkan/mempercepat) syok kardiogenik pada pasien
dengan infark-infark yang lebih kecil.
5.
Valvular stenosis.
6. Myocarditis ( inflamasi miokardium,
peradangan otot jantung).
7. Cardiomyopathy ( myocardiopathy,
gangguan otot jantung yang tidak diketahui penyebabnya ).
8. Acute
mitral regurgitation.
9.
Valvular heart disease.
10.
Hypertrophic obstructive cardiomyopathy.
Patofisiologi
Syok Kardiogenik
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat
sirkulasi patofisiologi gagal jantung.
Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Aliran darah ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung
menurun, yang pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut
kemampuan jantung untuk
memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi
cepat dan lemah, hipoksia otak yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan
agitasi, penurunan haluaran urin, serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering
terjadi akibat penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung,
penggunaan kateter arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan
curah jantung sangat penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi
penatalaksanaan yang telah dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri yang berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik
Pressure) menunjukkan bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang
efektif.
Menurut Mubin
(2008), diagnosis syok kardiogenik adalah berdasarkan:
Keluhan
Utama Syok Kardiogenik
1. Oliguri (urin < 20 mL/jam).
3. Nyeri substernal seperti IMA.
Tanda
Penting Syok Kardiogenik
1. Tensi turun < 80-90 mmHg.
2. Takipneu dan dalam.
3. Takikardi.
5. Tanda-tanda bendungan paru: ronki basah di kedua
basal paru.
6. Bunyi jantung sangat lemah, bunyi jantung III
sering terdengar.
7. Sianosis.
8. Diaforesis (mandi keringat).
9. Ekstremitas dingin.
10. Perubahan mental.
Komplikasi
Syok Kardiogenik
1.
Cardiopulmonary arrest
2. Disritmi
3. Gagal multisistem organ
4. Stroke
5. Tromboemboli
Penatalaksanaan
Medis Syok Kardiogenik :
1. Patikan
jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.
2. Berikan
oksigen
8 – 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk mempertahankan PO2 70 – 120
mmHg
3. Rasa
nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada harus diatasi
dengan pemberian morfin.
4. Koreksi
hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang terjadi
5. Bila
mungkin pasang CVP.
6. Pemasangan
kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
Medikamentosa.
ü Morfin
sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri.
ü Anti
ansietas, bila cemas.
ü Digitalis,
bila takiaritmi dan atrium fibrilasi.
ü Sulfas
atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit.
ü Dopamin
dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi jantung tidak
ü adekuat.
ü Dosis
dopamin 2-15 mikrogram/kg/m.
ü Dobutamin
2,5-10 mikrogram/kg/m: bila ada dapat juga diberikan amrinon IV.
ü Norepinefrin
2-20 mikrogram/kg/m.
ü Diuretik/furosemid
40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi jaringan.
ü Digitalis
bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
Obat
alternatif:
Menurut Dean AJ, Beaver KM (2007):
1.
Emergent therapy
Terapi ini bertujuan untuk menstabilkan hemodinamik
pasien dengan oksigen,
pengaturan jalan nafas (airway control), dan akses intravena.
Diperlukan usaha untuk memaksimalkan fungsi ventrikel kiri.
2. Volume expansion
Jika tidak ada tanda volume overload atau edema
paru, volume expansion dengan 100mL bolus dari normal saline setiap 3
menit sebaiknya dicoba; hingga, baik perfusi yang cukup maupun terjadi kongesti
paru. Pasien dengan infark ventrikel kanan memerlukan peningkatan tekanan untuk
mempertahankan atau menjaga kardiak output.
3.
Inotropic support
·
Pasien dengan hipotensi
ringan (tekanan darah sistolik 80-90 mmHg) dan kongesti pulmoner, untuk hasil
terbaik dirawat dengan dobutamine (2,5 mikrogram/kg berat badan/menit,
pada interval 10 menit). Dobutamine menyediakan dukungan inotropik
saat permintaan oksigen miokardium meningkat secara minimal.
·
Pasien dengan hipotensi
berat (tekanan darah sistolik kurang dari 75-80 mmHg) sebaiknya dirawat dengan dopamine.
·
Pada dosis lebih besar
dari 5,0 mikrogram/kg berat badan/menit, stimulasi alfa-adrenergik secara
bertahap meningkat, menyebabkan vasokonstriksi perifer.
·
Pada dosis lebih besar
dari 20 mikrogram/kg berat badan/menit, dopamine meningkatkan ventricular
irritability tanpa keuntungan tambahan.
·
Kombinasi dopamine
dan dobutamine merupakan strategi terapeutik yang efektif untuk syok
kardiogenik, meminimalkan berbagai efek samping dopamine dosis tinggi
yang tidak diinginkan dan menyediakan bantuan/dukungan inotropik.
·
Jika dukungan tambahan
untuk tekanan darah diperlukan, maka dapat dicoba norepinephrine, yang
berefek alfa-adrenergik yang lebih kuat. Dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit.
4.
Terapi reperfusi
Reperfusi
miokardium iskemik merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan infark miokard akut dan syok kardiogenik.
Kesimpulan
Berhasil
tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala
syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami
syok.
B. Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
1. Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
a) Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
b) Pemantauan yang perlu dilakukan
dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau
tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan
masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter
urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi
urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya
hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.
Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2
ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine.
Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral
(normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti
gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih
perlu transfusi cairan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
C.
Syok Anafilaktik
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan
kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi
hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan
sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif
lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia
relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik,
bisa terjadi bronkospasme
yang menurunkan ventilasi.
Syok anafilaktik sering disebabkan oleh obat,
terutama yang diberikan intravena seperti antibiotik atau media kontras.
Sengatan serangga seperti lebah juga dapat menyebabkan syok pada orang yang
rentan.
1.
Penatalaksanaan Syok Anafilaktik
Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan
cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok
anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu
resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan
karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau
cacat organ tubuh menetap.
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah
kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan
yang perlu dilakukan, adalah:
Segera baringkan penderita pada alas yang keras.
Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
Penilaian A, B,
C dari tahapan resusitasi jantung paru,
yaitu:
Airway
(membuka jalan napas).
Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar,
posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi
jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan,
dan buka mulut.
Breathing
support,
segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih
aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
Circulation
support,
yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap
kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol
resusitasi jantung paru.
Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000
untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak,
intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan
membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4
ug/menit.
Dalam hal terjadi spasme bronkus di
mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin
5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam
cairan infus.
Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya
hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi
penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang
membandel.
Bila tekanan darah tetap rendah,
diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat
kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi
syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah
dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan
antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas
keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau
kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka
diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya,
pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari
volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan
jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu
dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa
melepaskan histamin.
Dalam keadaan gawat, sangat tidak
bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat
meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita
di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang
tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu
dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari
jantung.
Kalau syok sudah teratasi,
penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu
selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi
adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam
untuk observasi.
2.
Pencegahan Syok Anafilaktik
Pencegahan syok anafilaktik
merupakan langkah terpenting dalam setiap pemberian obat, tetapi ternyata
tidaklah mudah untuk dilaksanakan. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan,
antara lain:
§ Individu
yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi
terhadap banyak obat, mempunyai risiko lebih tinggi terhadap kemungkinan
terjadinya syok anafilaktik.
§ Penting
menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat mentoleransi
pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita tidak akan
mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan mempunyai
riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 1–3% dibandingkan
dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
§ Yang
paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta adanya
alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
3.
Mempertahakan Suhu Tubuh
Suhu
tubuh dipertahankan dengan memakaikan
selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas.
Jangan sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.
a) Pemberian Cairan
b) Jangan
memberikan minum
kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya
terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
c) Jangan
memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau dibius dan yang
mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
d) Penderita
hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Pemberian minum harus dihentikan bila penderita menjadi mual atau muntah.
e) Cairan
intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
f) Pada
syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan
cairan yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan
air harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan
elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra
vaskuler dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan
yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama
dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit
konsentrat yang dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan
darah lengkap.
g) Pemantauan
tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
h) Pada
penanggulangan
syok kardiogenik harus dicegah
pemberian cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
i)
Pemberian cairan pada syok
septik harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple
Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan
CVP, “Swan Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.
j)
Kesimpulan
Berhasil
tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala
syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan
efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami
syok.
D.
Syok Septik
Syok septik adalah syok
yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling
umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok septik dapat terjadi bila
pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok septik terutama
terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga
peritonium dengan isi usus.
Mikroorganisme penyebab syok
septik adalah bakteri gram negatif. Ketika mikroorganisme menyerang
jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu respon imun. Respon imun ini
membangkitkan aktivasi berbagai mediator kimiawi yang mempunyai berbagai efek
yang mengarah pada syok, yaitu peningkatan permeabilitas kapiler, yang mengarah
pada perembesan cairan dari kapiler dan vasodilatasi.
Bakteri gram negatif menyebabkan
infeksi sistemik yang mengakibatkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil
gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan
pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat
sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh
penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang mengalami
hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi
perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler
normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan
sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar.
Manifestasi spesifik akan
bergantung pada penyebab syok, kecuali syok neurogenik akan
mencakup :
·
Kulit yang dingin dan
lembab
·
Pucat
·
Penurunan drastis
tekanan darah
·
Sedangkan individu
dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan
·
denyut jantung yang
normal atau melambat tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba.
1.
Penatalaksanaan
1) Pengumpulan
spesimen urin, darah, sputum dan drainase luka dilakukan dengan tekhnik
aseptik.
2) Pemberian
suplementasi nutrisi tinggi kandungan protein secara agresif dilakukan selama 4
hari dari awitan syok.
3) Pemberian
cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan termasuk antibiotik Dopamin,
dan Vasopresor untuk optimalisasi volume intravaskuler
2.
Komplikasi
Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah
dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan
Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi
pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia
Kesimpulan
Insiden syok septik dapat dikurangi dengan melakukan
praktik pengendalian infeksi, melakukan teknik aseptik yang cermat, melakukan
debriden luka untuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan pembersihan
peralatan secara tepat dan mencuci tangan
dengan benar.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung
dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi
penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada
saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
E.
Syok Neurogenik
Syok neurogenik
disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok distributif, Syok
neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena hilangnya
tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan
oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau
anestesi umum yang dalam).
Syok neurogenik juga disebut sinkop. Syok neurogenik
terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak
berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh
pingsan. Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik
kembali secara spontan.
Trauma kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan
syok. Adanya syok pada trauma kepala harus dicari penyebab yang lain. Trauma
pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya tonus
simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi
atau vasokonstriksi perifer.
Etiologi
Syok Neurogenik
Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau
paraplegia (syok spinal).
Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan
obat anestesi spinal/lumbal.
Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Manifestasi
Klinis Syok Neurogenik
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada
syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi
tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai
dengan adanya defisit neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia .
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi
bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler
dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
Penatalaksanaan
Syok Neurogenik
ü
Konsep dasar untuk syok
distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti fenilefrin dan efedrin,
untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter prekapiler dan
vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat tersebut.
ü Baringkan
pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi Trendelenburg).
ü Posisi
Trendelenburg.
ü Pertahankan
jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan menggunakan masker.
Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal
tube dan ventilator mekanik sangat dianjurkan. Langkah ini untuk
menghindari pemasangan endotracheal yang darurat jika terjadi distres respirasi
yang berulang. Ventilator mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik
dengan menurunkan penggunaan oksigen dari
otot-otot respirasi.
ü Untuk
keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi cairan. Cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya diberikan per infus
secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan
darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap
terapi.
ü Bila
tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) :
ü Dopamin;
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek serupa
dengan norepinefrin. Jarang terjadi takikardi.
ü Norepinefrin; Efektif jika dopamin tidak adekuat
dalam menaikkan tekanan darah. Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac
output yang rendah jika norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara
adekuat. Pada pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya
diberikan per infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah
sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena dapat
menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
ü Epinefrin; Pada pemberian subkutan atau im,
diserap dengan sempurna dan dimetabolisme cepat dalam badan. Efek
vasokonstriksi perifer sama kuat dengan pengaruhnya terhadap jantung Sebelum
pemberian obat ini
harus diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh diberikan
pada pasien syok neurogenik
ü Dobutamin; Berguna jika tekanan darah rendah
yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan
tekanan darah melalui vasodilatasi perifer.
Pasien-pasien yang diketahui/diduga
mengalami syok neurogenik harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan
kateter untuk mengukur tekanan vena sentral akan sangat membantu pada
kasus-kasus syok yang meragukan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan
syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan
mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada
saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
Daftar Pustaka
- Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94
- Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
- Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94
4.
Atkinson
R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive
Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
- Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 – September 1, 1996 ; 1 – 4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar