Jumat, 03 Juni 2011

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP NYERI NYERI PADA PASIEN POST APPENDICTOMY

A. PENGERTIAN

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun. Sehingga seseorang yang mengalami nyeri akan merasa terganggu kenyamanan.

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan

Nyeri dibagi menjadi dua bagian berdasarkan waktu, yakni:

1. Nyeri akut: terjadi secara tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi.

2. Nyeri Kronik: nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik.

B. FISIOLOGI NYERI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

1. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan

2. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi

Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.

3. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

C. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI

Berdasarkan penyebab, nyeri dapat disebabkan oleh rangsang mekanis (tusuk,

tembak, potong), listrik, termal (panas) atau kimia

D. KLASIFIKASI

Nyeri dibagi dalam 2 kategori, yaitu :

1. Nyeri Akut

Awitan : timbulnya mendadak.

Tujuan : mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi

Intensitas : ringan s.d. berat

Durasi : durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan)

2. Nyeri Kronik

Tujuan : -
Awitan : terus menerus atau intermiten
Intensitas : ringan s.d. berat

Respon tingkah laku terhadap nyeri

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

1. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

2. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan

4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)

5. Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.

Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

1) Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2) Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).

3) Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

6) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

7) Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8) Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9) Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

E. PATHWAY

  • Dx. Nyeri

    Tumor
  • Cacing Didalam appendiks
  • Fekalit
  • Biji-bijian Sumbatan peneluaran sekret


Sumbatan pengeluaran secret mucus

  • Resti Infeksi
  • Nyeri
  • Cemas
Obstruksi pada apendiks

APPENDISITIS

Dx. Nyeri


Peningkatan tekanan luminal

Oklusi end arteri apendikularis

Nekrosisi

Gangren

Perforasi

Peritonitis efek anastesi ada luka post OP

OP

Apendiktomi Mual muntah Hipermetabolisme


Adanya luka insisi intake <<

o Resti kurang volume cairan

o Resti kurang nutrisi

o Nyeri

o Resti infeksi

o Kurang pegetahuan


F. PENGKAJIAN

Dalam pengkajian nyeri menggunakan tehnik PQRST

P(provokes) : apa yang menimbulkan nyeri ( aktivitas, spontan, stress, setelah makan dll)?

Q(Quality) : apakah tumpul, tajam, tertekan, dalam, permukaan dll? Apakah pernah merasakan nyeri seperti itu sebelumnya?

R (radiation atau Relief) : apakah menyebar ( rahang, punggung, tangan dll)? Apa yang membuat lebih baik ( posisi) ? apa yang mempertambah buruk (inspirasi, pergerakan)?

S(Severity atau tanda dan gejala): jelaskan skala nyeri dan frekuensn. Apakah disertai dengan gejala seperti ( mual, muntah, pusing, diaphoresis, pucat, nafas pendek, sesak, tanda vital yang abnormal dll)?

T(time; mulai dan lama) : kapan mulai nyeri? Apakan konstan atau kadang – kadang? Bagaimana lama ? tiba – tiba atau bertahap? Frekuensi?

Dalam teori lain juga dijelaskan penggunaan tehnik COLDERRA

Characterictics : tumpul, tajam, tekanan ?

Onset : kapan mulai ?

Location : dimana terasa nyeri ?

Duration : berapa lama berakhir ? frekuensi?

Exacerbation : apa yang membuat bertambah buruk ?

Radiation : apakah menyebar ke bagian tubuh yang lain

Relief : apakah yang mengurangi rasa nyeri ?

Associated : mual, cemas dan respon autonom ?

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah, ditandai :

Data subjektif :pasien mengeluh nyeri

Data objektif : wajah mengkerut; otot tegang

H. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima

Intervensi:

a) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5

Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi

b) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena

Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman

c) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi

Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat

d) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat

Rasional : sebagai analgetik tambahan

e) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur

Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

Sumber :

1. Perry dan Potter, 2002, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Penerbit buku kedokteran :EGC

2. Tarwoto dan Wartonah, 2000, Kebutuhan Dasar Manusia, Penerbit Medika Salemba : Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar