Sabtu, 22 September 2012

MENGUKUR KINERJA PERAWAT SECARA POPULER



Pengukuran kinerja profesi kesehatan di rumah sakit (dokter, perawat, bidan, gizi) yang paling populer adalah dengan mengukur seberapa besar kontribusinya terhadap pendapatan rumah sakit. Besar kontribusi itulah yang dijadikan sebagai dasar seberapa besar rumah sakitt memberikan penghargaan dalam bentuk jasa pelayanan. Hampir semua rumah sakit di Indonesia menerapkan sistem itu.
Bahkan aturan main remunerasi di kementrian kesehatan ketika membahas tentang incentif juga menganut sistem itu. “—Penghasil uang akan mendapatkan langsung berdasarkan persentase”. Apakah 60%, 80% atau bahkan 90% tergantung kesepakatan dan kebijakan yang ditetapkan. Dengan sistem ini, maka dokter yang “pegang pisau”, tentu jasa pelayanannya lebih besar dibanding dengan dokter yang tidak “pegang pisau”. Profesi yag banyak melakukan tindakan, tentu akan mendapatkan lebih banyak dibanding profesi yang hanya menerima konsultasi atau kunjungan pasien.
Bagi profesi perawat di Indonesia, sistem yang seperti ini masih belum berlaku atau susah untuk diterapkan. Mengapa demikian, karena bila dilihat seberapa besar kontribusi perawat terhadap pendapatan rumah sakit, rata-rata kontribusinya tidak bisa diukur. Dari mana akan mengukur, kalau aktifitas perawatan yang sangat banyak itu, tidak terdefinisikan dan tidak memiliki harga.
Rata-rata peran perawat di rumah sakit sebatas pelengkap bagi profesi lain, sangat jarang yang fungsi mandiri perawat teraplikasikan dengan baik. Padahal teori-teori keperawatan yang mendorong perawat untuk mandiri sangat banyak. Tapi sayang, ketika berada di pelayanan, fungsi mandiri itu menjadi lemah, dan kebanyakan lebih menyukai pekerjaan yang menjadi rutinitas harian.
Patient Care Delivery System sebenarnya mengajarkan bagaimana perawat memerankan fungsi mandirinya. Dari melakukan pengkajian biopsikososiospiritual, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, melakukan intervensi dan evaluasi semua diarahkan untuk fungsi mandiri. Tapi alasan system yang tidak mendukung, kekurangan tenaga, kesibukan aktifitas di luar perawatan menjadi justifikasi untuk terjebak pada rutinitas harian. Bila ini yang terjadi, bagaimana kinerja perawat akan bisa dukur dengan cara yang populer?
Solusi yang bisa dilakukan untuk keluar dari persoalan itu antara lain :
  1. Me-redesain tindakan keperawatan dengan bahasa standar. Aktifitas perawat yang sangat banyak (dari pasien masuk sampai pasien keluar), perawat terlibat di dalamnya. Tapi sayang aktifitas yang sangat banyak itu tidak memiliki nama dengan bahasa yang standar. Akibatnya perawat merasa sibuk dan lelah, bahkan menjadi tumpuan komplain pasien, tapi tidak ada harganya. Penggunaan bahasa standar keperawatan (SNL) menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk keluar dari persoalan ini.
  2. Setelah desain tindakan keperawatan dengan bahasa standar tersusun dengan baik, langkah berikutnya adalah membuat regulasi agar tindakan keperawatan itu secara hukum sah untuk diberlakukan. Regulasi itu bermacam-macam, dari mulai Perda (untuk RSUD), Pergub (untuk RS BLUD Propinsi), Perbup (untuk RS BLUD Kabupaten) atau sekedar Kebijakan Direktur atau Keputusan Ketua Yayasan untuk RS Swasta.
  3. Agar implementasi SNL memiliki akontabilitas yang baik, maka dokumentasi asuhan keperawatan dan asesmen kompetensi menjadi perangkat penting yang tidak bisa diabaikan. Kita memahami, dokumentasi asuhan keperawatan adalah bukti legal formal dari aktifitas perawatan. Sehingga dokumentasi yang baik akan mampu menunjukan kinerja profesi perawat.
Tiga langkah itu yang mungkin mampu mengawali profesi perawat di rumah sakit dapat dihargai secara layak sebagai profesi. Pembenahan di internal perawatan perlu dilakukan dengan CBT (Competence Base Training) dan CBA (Competence Base Asesment) setelah penerapan SNL, jenjang karirpun ditata dengan mengacu pada kompetensi dan setelah itu pengukuran kinerja perawat akan dapat dilakukan dengan cara yang populer, yaitu seberapa besar kontribusi perawat terhadap pendapatan rumah sakit. Bila pengukuran itu sudah didapat, maka tinggalah bertanya “berapa yang didapatkan dari kontribusi sebesar itu?”