Oleh
: Agung Santoso, S.Kep, Ners
PENDAHULUAN
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis
adalah ruda paksa tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi
cerebral sementara. Merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan
sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
- Simple head injury
- Commotio cerebri
- Contusion cerebri
- Laceratio cerebri
- Basis cranii fracture
Simple
head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri
digolongkan sebagai cedera kepala berat.
Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran
darah umum dan kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan
fisik umum dan neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera
ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.
MEKANISME DAN PATOLOGI
Cedera kepala dapat terjadi akibat benturan langsung atau
tanpa benturan langsung pada kepala.
Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa
fraktur tulang tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom
epidural, subdural dan intraserebral.
Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak
atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut
disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan
jaringan otak di tempat benturan yang disebut “coup” atau ditempat yang
berseberangan dengan benturan (contra
coup)
PATOFISIOLOGI
Gangguan metabolisme jaringan otak
akan mengakibatkan oedem yang dapat menyebabkan heniasi jaringan otak melalui
foramen magnum, sehingga jaringan otak tersebut dapat mengalami iskhemi,
nekrosis, atau perdarahan dan kemudian meninggal.
Fungsi otak sangat bergantung pada
tersedianya oksigen dan glukosa. Cedera
kepala dapat menyebabkan gangguan suplai oksigen dan glukosa, yang terjadi
karena berkurangnya oksigenisasi darah akibat kegagalan fungsi paru atau karena
aliran darah ke otak yang menurun, misalnya akibat syok.
Karena itu, pada cedera kepala harus
dijamin bebasnya jalan nafas, gerakan nafas yang adekuat dan hemodinamik tidak
terganggu sehingga oksigenisasi cukup.
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis ditentukan
berdasarkan derajat cedera dan lokasinya.
Derajat cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system
GCS, yakni metode EMV (Eyes, Verbal, Movement)
1.
Kemampuan
membuka kelopak mata (E)
·
Secara
spontan 4
·
Atas
perintah 3
·
Rangsangan
nyeri 2
·
Tidak
bereaksi 1
2.
Kemampuan
komunikasi (V)
·
Orientasi
baik 5
·
Jawaban
kacau 4
·
Kata-kata
tidak berarti 3
·
Mengerang 2
·
Tidak
bersuara 1
3.
Kemampuan
motorik (M)
·
Kemampuan
menurut perintah 6
·
Reaksi
setempat 5
·
Menghindar 4
·
Fleksi
abnormal 3
·
Ekstensi 2
·
Tidak
bereaksi 1
PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
1. Simple
Head Injury
Diagnosa
simple head injury dapat ditegakkan
berdasarkan:
·
Ada riwayat trauma kapitis
·
Tidak pingsan
·
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya
tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
2.
Commotio
Cerebri
Commotio cerebri
(geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit
akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala,
vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo
dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-pusat
dalam batang otak. Pada commotio cerebri
mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang
masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman
kejadian di lobus temporalis.
Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG,
pemeriksaan memori. Terapi simptomatis,
perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan
mobilisasi bertahap.
3.
Contusio
Cerebri
Pada
contusio cerebri (memar otak) terjadi
perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang
kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang
penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang
seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi
yang destruktif. Akselerasi yang kuat
berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak
terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan
asendens retikularis difus. Akibat
blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang
selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya
lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan
“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks
babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN.
Setelah
kesadaran puli kembali, si penderita biasanya menunjukkan “organic brain
syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme
yang beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh
darah cerebral terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi
lambat, atau menjadi cepat dan lemah.
Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan
pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk
melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti
perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio
Cerebri
Dikatakan
laceratio cerebri jika kerusakan
tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral.
Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak langsung.
Laceratio
langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing
atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan
oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
5.
Fracture
Basis Cranii
Fractur
basis cranii bisa
mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala yang timbul
tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur
pada fossa anterior menimbulkan gejala:
·
Hematom
kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
·
Epistaksis
·
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
·
Hematom
retroaurikuler, Ottorhoe
·
Perdarahan
dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan
X-foto basis kranii. Komplikasi :
·
Gangguan
pendengaran
·
Parese
N.VII perifer
·
Meningitis
purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun
contusio, jadi terapinya harus disesuaikan.
Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang
berlangsung lebih dari 6 hari.
Adapun
pembagian cedera kepala lainnya:
·
Cedera Kepala Ringan (CKR) → termasuk
didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
o
Skor GCS 13-15
o
Tidak ada kehilangan kesadaran, atau
jika ada tidak lebih dari 10 menit
o
Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o
Ada muntah, ada amnesia retrogad dan
tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologist.
·
Cedera Kepala Sedang (CKS)
o
Skor GCS 9-12
o
Ada pingsan lebih dari 10 menit
o
Ada
sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o
Pemeriksaan neurologis terdapat
lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
·
Cedera Kepala Berat (CKB)
o
Skor GCS <8
o
Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam
tingkat yang lebih berat
o
Terjadinya penurunan kesadaran secara
progesif
o
Adanya fraktur tulang tengkorak dan
jaringan otak yang terlepas.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang dapat dilakukan pada pasien
dengan trauma kapitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk
melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal
Pungsi
Untuk
menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam dari saat
terjadinya trauma
3. EEG
Dapat
digunakan untuk mencari lesi
4. Roentgen
foto kepala
Untuk
melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
DIAGNOSA
Berdasarkan : Ada
tidaknya riwayat trauma kapitis
Gejala-gejala klinis : Interval lucid, peningkatan
TIK, gejala laterlisasi
Pemeriksaan penunjang.
KOMPLIKASI
Jangka pendek :
1.
Hematom
Epidural
o
Letak
: antara tulang tengkorak dan duramater
o
Etiologi
: pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o
Gejala
: setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul
gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran
menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan
mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap
refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda
bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o
Akut
(minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o
Interval
lucid
o
Peningkatan
TIK
o
Gejala
lateralisasi → hemiparese
o
Pada
pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
o
Pemeriksaan
neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi kontralateral
dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis, misal:
hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik positif.
o
CT-Scan : ada bagian hiperdens yang
bikonveks
o
LCS : jernih
o
Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi
darah (dekompresi) dan pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom
subdural
o
Letak : di bawah duramater
o
Etiologi : pecahnya bridging vein,
gabungan robekan bridging veins dan laserasi piamater serta arachnoid dari
kortex cerebri
o
Gejala
subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3
minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o
CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2
minggu kemudian
Ada
bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens
yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak (bagian dalam
mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang tengkorak)
Isodens
→ terlihat dari midline yang bergeser
o
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk
mengurangi tekanan dalam otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom.
Penanganan subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan
Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari
arteri kortikal, terbanyak pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma
kapitis yang berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan perdarahan
intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi dengan
pembentukan gliosis dan kavitasi.
Keadaan ini bisa menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi
bagian otak yang terkena.
4.
Oedema
serebri
Pada
keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin hingga
berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa
commotio cerebri, hanya lebih berat.
Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga
tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya
tekanannya dapat meninggi.
·
TIK
meningkat
·
Cephalgia
memberat
·
Kesadaran
menurun
Jangka Panjang :
1.
Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese
N.VII dan gangguan N. VIII, disartria,
disfagia, kadang ada hemiparese
2.
Sindrom
pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi
berkurang, libido menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah laku,
misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri, dan
depresi.
TERAPI
CKR :
- Perawatan selama 3-5 hari
- Mobilisasi bertahap
- Terapi simptomatik
- Observasi tanda vital
CKS :
- Perawatan selama 7-10 hari
- Anti cerebral edem
- Anti perdarahan
- Simptomatik
- Neurotropik
- Operasi jika ada komplikasi
CKB :
- Seperti pada CKS
- Antibiotik dosis tinggi
- Konsultasi bedah saraf
PROGNOSA
Skor
GCS penting untuk menilai tingkat kesadaran dan berat ringannya trauma kapitis.
trauma
kapistis = cedera kepala = head injure = trauma kranioserebral = trauma brain
siinjure.
Trauma
kapistis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung yang
menyebabkan gangguan fungi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi
psikososial baik temporer maupun permanen.
Klasifikasi
Klasifikasi
berdasarkan
1. Patologi
a. Komosio
serebri
b. Kontusio
serebri
c. Laserasio
serebri
2. Lokasi
lesi
a. Lesi
difus
b. Lesi
kerusakan vaskuler otak
c. Lesi
fokal
1) Kontusio
dan laserasi serebri
2) Hematoma
intrakranial
a. Hematoma
ekstradural (epidural)
b. Hematoma
subdural
c. Hematoma
intraparenkimal
1) Hematoma
subarakhnoiid
2) Hematoma
intraserebral
3) Hematoma
intraserebellar
3. Derajat
kesadaran berdasarkan SKG
Kategori
|
SKG
|
Gambaran klinik
|
CT Scan otak
|
Minimal
|
15
|
Pingsan (-), defisit
neurologik(-)
|
Normal
|
Ringan
|
13-15
|
Pingsan<10 menit
s/d 6 jam
Defisit neurologik
(-)
|
Normal
|
Sedang
|
9-12
|
Pingsan>10 menit,
defisit neurologik(+)
|
Abnormal
|
Berat
|
3-8
|
Pingsan >6 jam,
defisit neurologik (+)
|
Abnormal
|
1. Hematoma
epidural
Perdarahan
yang terjadi diantara tabula interna dan duramater. Hematom massif, akibat pecahnya arteri
meningea media atau venosus
Tanda
diagnostik klinik:
a. Lucid
interval (+)
b. Kesadaran
semakin menurun
c. Late
hemiparese
d. Pupil
anisokor
e. Babinsky
(+) kontralateral lesi
f. Fraktur
didaerah temporal
2. Hematoma
epidural di fossa posterior
a. Gejala
dan tanda klinis
b. Interval
lucid tidak jelas
c. Fraktur
kranii oksipital
d. Kehingan
kesadaran cepat
e. Gangguan
serebellum, batang otak dan napas
f. Pupil
isokor
Penunjang diagnostik:
CT-scan otak: gambaran
hiperdens(perdarahan) ditullang tengkorak dan dura, umumnya didaerah temporal,
dan tampak bikonveks
3. Hematoma
subdural
Perdarahan
yang terjadi diantara duramater –arakhnoid, akibat robeknya vena.
Jenis
akut
: interval lucid 0-5 hari
subakut
: interval lucid 5 hari – beberapa minggu
kronik
: interval lucid > 3 bulan
hematoma
subdural akut
gejala
dan tanda klinis :
-
Sakit kepala
-
Kesadaran menurun +/-
Penunjang
diagnostik :
-
CT-scan otak : gambaran hiperdens
(perdarahan) diantara duramater dan araknoid, umumnya karena robekan dari
bridging vein, dan tampak seperti bulan sabit.
Hematoma
intraserebral
Adalah
perdarahan parenkim otak, disebabkan karena pecahnya arteri serebrospinal mono
atau multipel
Fraktur
basis kranii:
1. Anterior
Gejala
dan tanda klinis :
-
Keluarnya cairan llikuor melalui
hidung/rhinorea
-
Perdarahan bilateral periorbital
echymosis/raccon eye
-
anosmia
2. Media
Gejala
dan tanda klinis
-
Keluarnya cairan likuor melalui
telinga/otorrhea
3. Posterior
Gejala
dan tanda klinis :
-
Bilateral mastoid ecchimosis/battle’s
sign
Penunjang
diagnostik:
-
Memastikan cairan serebrospinal secara
sederahan dengann tes halo
-
Scaning otak resolusi tinggi dan irisan
3 mm (50% +) (high resolution and thin section)
Diffuse
axonal injury (DAI)
Gejala
dan tanda kllinis :
-
Koma lama trauma kapistis
-
Disfungsi saraf otonom
-
Demam tinggi
Penunjang
diagnostik:
CT
scan otak:
-
Awal normal, tidak ada tanda adnaya
perdarahan, edema, kontusio
-
Ulangan setelah 24 jam, edema otak luas
Perdarahan
subaraknoid traumatika
Gejala
dan tanda klinis:
-
Kaku kuduk
-
Nyeri kepala
-
Bisa didapati gangguan kesadaran
Penunjang
diagnostik:
CT
scan otak: perdarahan (hiperdens) diruang subarakhnoid
Indikasi
operasi penderita trauma kapitis
1.
EDH (epidural hematoma):
a. >
40cc dengan midline shifting pada daerah temporal/frontal/parietal denagn
fungsi batang otak masih baik.
b. >30cc
pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan batang otak atau
hidrosefalus denagn fungsi batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi batang
otak masih baik
c. EDH
progresif
d. EDH
tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
2.
SDH (subdural hematoma)
a. SDH
luas (>40cc/>5mm)dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baik
b. SDH
tipis dengan penurunan kesadran bukan indikasi operasi.
c. SDH
dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift dengan fungsi
batang otak masih baik
3.
ICH (perdarahan intraserebral) pasca
trauma
Indikasi operasi ICH
pasca trauma:
a. Penurunan
kesadaran progresif
b. Hipertensi
dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (cushing refleks)
c. Perburukan
defisit neurologi fokal
4.
Fraktur impresi melebihi 1 diploe
5.
Fraktur kranii dengan laserasi serebri
6.
Fraktur kranii terbuka (pencegahan
infeksi intra-kranial)
7.
Edema serebri berat yang disertai tanda
peningkatan TIK, dipertimbangkan operasi dekompensasi
Kasus
ringan
1.
Pemeriksaan status umum dan neurologi
2.
Perawatan pada luka
3.
Pasien dipulangkan dengan pengawasan
ketat oleh keluarga selama 48 jam
Bila selama dirumah
terdapat hal-hal sebagai berikut :
-
Pasien cenderung mengantuk
-
Sakit kepala yang semakin berat
-
Muntah proyektil
Maka
pasien harus segera kembali ke rumah sakit
4.
Pasien perlu dirawat apabila ada hal-hal
berikut:
-
Ada gangguan orientasi (waktu, tempat)
-
Sakit kepala dan muntah
-
Tidak ada yang mengawasi dirumah
-
Letak rumah jauh atau sulit untuk
kembali kerumah sakit