Selasa, 16 Oktober 2012

WOUND CARE


BAB I
ANATOMI FISIOLOGI KULIT

ANATOMI KULIT
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
  1. Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
  2. Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
  3. Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
  4. Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
  5. Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
DERMIS 
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
  • Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
  • Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

VASKULARISASI KULIT
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
FISIOLOGI KULIT
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.












BAB II
LUKA DAN MEKANISME PENYEMBUHANNYA

A.   Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

B.   Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a)  Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b)  Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c)  Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d)  Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka
a)   Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b)   Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c)    Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d)   Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.




                        Gambar : Stadium Luka
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a)   Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
Jaga IRD+lain-lain 012





               Gambat luka akut
b)   Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,dapat karena faktor eksogen dan endogen.
              
Gambat luka kronis

C. Mekanisme terjadinya luka :
1.    Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2.    Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.    Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.    Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.    Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.    Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.    Luka Bakar (Combustio), yaitu Suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, sengatan matahari (sunburn) (Moenadjat, 2003).


D.    Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
a)   Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
b)   Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga
c)    Respon tubuh secara sistemik pada trauma
d)   Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka
e)   Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme
f)    Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.    
        Gambar fase Inflamasi
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

Gambar Fase Proliferasi

c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Gambar Fase Maurasi

Menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka.
Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.  
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah,  membuatpenyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4- 6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka.
Sampainya sel darah putih pada luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan glukose. Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.
E. Faktor yang Mempengaruhi Luka
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a.    Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b.   Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c.    Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.


F. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.
G. Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998). Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998).
Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998).
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996).
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.
Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :
1.    Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2.    Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3.    Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4.    Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5.    Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak.
6.    Pembentukan bekas luka.
7.    Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih.
8.    Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.





















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA

Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh pada fungsi organ :
a.                 Aktifitas/Istirahat
·       Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
·       Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
b.                 Sirkulasi
·       Kebas & kesemutan pada extrimitas.
·       Takikardia/nadi yang menurun.
·       Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
c.                 Integritas ego
·       Stress, tergantung orang lain.
·       Peka terhadap rangsangan.
d.                 Eliminasi
·       Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
·       Diare, bising usus lemah/menurun.
e.                 Makanan/cairan
·       Hilang nafsu makan, mual/muntah.
·       Kulit kering/bersisik, turgor jelek.

f.                  Neurosensori
·       Pusing/pening, sakit kepala.
·       Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
·       Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
g.                 Nyeri/kenyamanan
·       Abdomen tegang/nyeri
·       Wajah meringis, palpitasi.
h.                 Keamanan
·       Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
·       Demam, diaforesis
·       Menurunnya kekuatan/rentang gerak.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit
b.      Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dgn status hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera berat) atau katabolisme protein.
c.      Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
d.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
e.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber informasi
f.       Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi
g.      Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi; kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

Rencana Intervensi dan Rasional

Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan kulit
Memumjukkan regenerasi jaringan
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.

2. Lakukan perawatan luka dengan tepat dan tindakan kontrol infeksi.

3. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi.


4. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan/atau sisi donor sesuai indikasi.

Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan luka.


Menurunkan resiko infeksi/kegagalan kulit.


Mempercepat proses penyembuhan luka



Menurunkan pembengkakan dengan mengubah posisi yang mempengaruhi penyembuhan optimal.

Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema. Manipulasi jaringan cidera
Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan.
Kriteria evaluasi: menyangkal nyeri, melaporkan perasaan nyaman, ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
1. Berikan anlgesik yang diresepkan dan sedikitnya 30 menit sebelum prosedur perawatan luka. Evaluasi keefektifannya.

2. Pertahankan pintu kamar tertutup, tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut ekstra untuk memberikan kehangatan.

3. Bantu dengan pengubahan posisi setiap 2 jam bila diperlukan. Dapatkan bantuan tambahan sesuai kebutuhan, khususnya bila pasien tak dapat membantu membalikkan badan sendiri.


Analgesik diperlukan untuk memblok jaras nyeri dengan nyeri berat.


Tindakan eksternal ini membantu menghemat kehilangan panas.



Menghilangkan tekanan pada tonjolan tulang dependen. Dukungan adekuat pada luka bakar selama gerakan membantu meinimalkan ketidaknyamanan.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

Pasien bebas dari infeksi.
Kriteria evaluasi: tak ada demam, pembentukan jaringan granulasi baik.
1. Pantau:
-       Suhu setiap 4 jam.
-       Jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.
2. Bersihkan area luka bakar setiap hari dan lepaskan jaringan nekrotik (debridemen) sesuai standart prosedur perawatan luka

3. Lepaskan krim lama dari luka sebelum pemberian krim baru.


4. Kolaborasi pemberian antibiotika IV sesuai ketentuan.

5. Tempatkan pasien pada ruangan khusus dan lakukan kewaspadaan untuk luka yang luas pada tubuh. Gunakan linen tempat tidur steril, handuk dan skort untuk pasien. Gunakan skort steril, sarung tangan dan penutup kepala dengan masker bila memberikan perawatan pada pasien.

6. Kolaborasi pada tim ahli diet, berikan protein tinggi, diet tinggi kalori. Berikan suplemen nutrisi seperti ensure atau sustacal dengan atau antara makan bila masukan makanan kurang dari 50%. Anjurkan NPT atau makanan enteral bial pasien tak dapat makan per oral.

Mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimapngan dari hasil yang diharapkan.

Pembersihan dan pelepasan jaringan nekrotik meningkatkan pembentukan granulasi.



Mengikuti prinsip aseptik melindungi pasien dari infeksi. Kulit yang gundul menjadi media yang baik untuk kultur pertumbuhan baketri.
Terapi antibiotik yang tepat dapat menurunkan resiko infeksi

Kulit adalah lapisan pertama tubuh untuk pertahanan terhadap infeksi. Teknik steril dan tindakan perawatan perlindungan lainmelindungi pasien terhadap infeksi. Kurangnya berbagai rangsang ekstrenal dan kebebasan bergerak mencetuskan pasien pada kebosanan.


Ahli diet adalah spesialis nutrisi yang dapat mengevaluasi paling baik status nutrisi pasien dan merencanakan diet untuk emmenuhi kebuuthan nutrisi penderita. Nutrisi adekuat memabntu penyembuhan luka dan memenuhi kebutuhan energi.


Pemberian diet pada pasien luka bertujuan untuk:
  1. Untuk mempercepat penyembuhan
  2. Mencegah terjadinya gangguan metabolic
  3. Mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuahn dengan cara: (Almatsier, 2005)
Syarat-Syarat Pemberian
o   Nutrisi enteral dini (NED)
o   Protein tinggi, yaitu 20-25% dari kebutuhan energi  total
o   Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total
o   Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari kebutuhan energi total. Bila mengalami trauma inhalasi, karbohidrat diberikan 45-55 % dari kebutuhan energi total
o   Vitamin diberikan diatas AKG (Angka Kecukupan Gizi): suplemen. Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut
n  Vitamin A minimal 2 x AKG
n  Vitamin B minimal 2 x AKG
n  Vitamin C minimal 2 x AKG
n  Vitamin E 200 SI
o   Mineral tinggi, terutama zat besi, seng, natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral diberikan dalam bentuk suplemen


BAB IV
PERAWATAN LUKA
A.   Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
B.   Tujuan
1.    Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran mukosa
2.    Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3.    Mempercepat penyembuhan
4.    Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5.    Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6.    Mencegah perdarahan
7.    Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
8.    Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka.
9.    Absorbsi drainase.
10. Menekan dan imobilisasi luka.
11. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis.
12. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri.
13. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing.
14. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien.
C.   Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka
1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida. Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker, 1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah (Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah (http://rpromise.com/woundcare/)
2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu (Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi > 3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley & Aucker, 1999).
D.   Persiapan alat
1. Set steril yang terdiri atas :
a. Pembungkus
b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
c. Tempat untuk larutan
d. Larutan anti septic
e. 2 pasang pinset
f. Kasa untuk menutup luka.
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf
3. Gunting, Korentang.
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Plester atau alat pengaman balutan
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
7. Kapas Alkohol
8. Betadin
9. Cairan infus Sodium Clorida 0,9 %
E.    Cara Kerja Perawatan Luka Secara Umum
1.        Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab pertanyaan pasien.
2.        Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
3.        Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
4.         Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien jika perlu.
5.        Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa dipasang pada sisi tempat tidur.
6.        Angkat plester atau pembalut.
7.        Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan hati-hati kearah luka. Gunakan Alkoholl untuk melepaskan jika perlu.
8.        Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan menjauhi pasien.
9.        Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10.     Buka set steril
11.     Tempatkan pembungkus steril di samping luka
12.     Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu untuk memegang drain.
13.     Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
14.     Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset dijauhkan dari daerah steril.
15.     Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles, bersihkan dari insisi kearah drain :

Tofiq1
 

·          Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
·          Sukarno2Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar.
·               Bilas luka menggunakan cairan Normal Saline dg tekanan rendah

·      Jika ada drain bersihkan sesudah luka insisi
·      Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
16.     Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17.     Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat steril.
18.     Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
19.     Amnkan balutan dengan plester atau pembalut
20.     Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
21.     Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor. Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
22.     Cuci tangan
23.     Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat yang bertanggung jawab.
Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka dan respon pasien. Membersihkan Daerah Drain Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.


PERAWATAN LUKA BASAH KE KERING
A.      Peralatan
1.        Sarung tangan steril
2.        Sarung tangan sekali pakai
3.        Set balutan ( gunting, pinset, forsep), nierbekken
4.        Duk steril, kasa besar, kasa kecil, bantalan kasa
5.        Balutan kasa ekstra dan surgipad atau bantalan ABD
6.        Kom untuk larutan antiseptik atau larutan pembersih
7.        Normal satin atau H2O steril
8.        Larutan pembersih yang diresepkan dokter
9.        Pester
10.    Kantung plastik untuk sampah
11.    Selimut mandi, bantalan tahan air
12.    Aseton (jika diperlukan)
B.       Prosedur
1.        Jelaskan prosedur kepada klien
2.        Siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)
3.        Ambil kantung plastik dan buat lipatan diatasnya. Letakkan kantung plastik agar mudah terjangkau oleh anda
4.        Tutup ruangan dengan tirai, tutup semua jendela yang terbuka
5.        Bantu klien pada posisi nyaman. Selimut mandi hanya untuk memajankan area luka. Instruksikan klien agar tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.
6.        Cuci tangan secara menyeluruh
7.        Letakkan bantalan tahan air dibawah klien
8.        Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester
9.        Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan(bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)
10.    Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset
11.    Jika balutan lengket pada luka, jangan dibasahi, pertahan lepaskan balutan dari eksudat yang mengering. Beritahukan klien tentang penarikan dan ketidak nyamanan
12.    Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan
13.    Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan m.enarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken
14.    Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting,pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka botol larutan antiseptik lalu tuang ke dalam kom steril atau kasa steril
15.    Pakai sarung tangan steril
16.    Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakteristik drainase. (palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh bahan steril)
17.    Bersihkan luka dengan larutan antiseptik atau lanrtan normal satin. Pegang kasa yang dibasahi dalam larutan dengan forsep. Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapanmembersihkan. Bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
18.    Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan bust kasaseperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan forsep. Secara pedahan masukkan kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah
19.    Pasang kasa steril keying diatas kasa basah
20.    Tutup dengan kasa, surgipad, atau balutan ABD
21.    Pasang plester diatas balutan
22.    Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan
23.    Sisihkan semua alat dan bantu klien kembali pada posisi nyaman
24.    Cuci tangan
25.    Catat pada catatan perawat













PERAWATAN LUKA GANGREN
A.      Peralatan
1.        Sarung tangan steril
2.        Sarung tangan sekali pakai
3.        Set balutan ( gunting, pinset, forsep, l klem arteri, gunting nekrotomi), nierbekken
4.        Duk steril, Kasa besar, Kasa kecil, bantalan kasa
5.        Balutan kasa ekstra dan surgipad atau bantalan ABD
6.        Kom untuk larutan antiseptik atau larutan pernbersih
7.        Nalrium Klorida atau H2O steril
8.        Salep yang diresepkan dokter
9.        Larutan pembersih yang diresepkan dokter
10.    Plester
11.    Kantung plastik untuk sarnpah, ember
12.    Selimut mandi, Bantalan tahan air,terpal plastic
13.    Larutan peroksida (jika diperlukan)
B.       Prosedur
1.        Jelaskan prosedur kepada klien
2.        Siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)
3.        Ambil kantung plastik dan buat lipatan diatasnya. Letakkan kantung plastik agar mudah terjangkau oleh anda
4.        Tutup ruangan dengan tirai, tutup semua jendela yang terbuka
5.        Bantu klien pada posisi nyaman. Selimut mandi hanya untuk memajankan area luka. Instruksikan klien agar tidak menyentuh area luka atau peralatan steril.
6.        Cuci tangan secara menyeluruh
7.        Letakkan bantalan tahan air dibawah klien
8.        Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester
9.        Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan(bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)        
10.    Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset
11.    Jika balutan lengket pada luka, dibasahi dengan memakai larutan NaCl, perlahan lepaskan balutan dan eksudat yang mengering. Beritahukan klien tentang penarikan dan ketidaknyamanan
12.    Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan
13.    Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken
14.    Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting,pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka botol larutan antiseptik lalu tuang ke dalam kom steril atau kasa steril
15.    Pakai sarung tangan steril
16.    Inspeksi luka. Perhatikan kondisinya, letak drain, dan karakteristik drainase. (palpasi bila perlu, dengan bagian tangan non dominan yang tidak akan menyentuh bahan steril)
17.    Bersihkan luka dengan larutan peroksida, kemudian lakukan nekrotomi, angkat jaringan yang sudah mall dengan menggunakan gunting, lakukan secara terus menerus, setelah jaringan yang mati habis, lalu bersihkan dengan larutan antiseptik atau larutan NaCl. Pegang kasa yang dibasahi dalam larutan dengan forsep. Gunakan kasa terpisah untuk setiap usapan membersihkan. Bersihkan dari daerah yang kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi
18.    Pasang kasa yang basah tepat pada permukaan luka. Bila luka dalam dengan perlahan buat kasa seperti kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan forsep. Secara perlahan masukkan kasa ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kasa basah
19.    Pasang kasa steril kering di atas kasa basah
20.    Tutup dengan kasa, surgipad, atau balutan ABD
21.    Pasang plester diatas balutan
22.    Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan
23.    Sisihkan semua alat dan bantu klien kembali pada posisi nyaman
24.    Cuci tangan
25.    Catat pada catatan perawat







IRlGASI LUKA
A.      Peralatan
1.        Sarung tangan steril
2.        Kom steril
3.        Larutan irigasi (200 - 500 ml sesuai pesanan) dihangatkan pada suhu tubuh
4.        Spuit irigasi steril (kateter karet merah steril sebagai penghubung untuk luka dengan lubang kecil)
5.        Kom / nierbekken bersih untuk menampung larutan
6.        Tray balutan steril dan Set balutan ( gunting, pinset, forsep), nierbekken
7.        Bantalan tahan air
8.        Jeli pelumas dan spatel lidah (tidak menjadi keharusan)
9.        Sarung tangan sekali pakai
10.    Set balutan ( gunting, pinset, forsep), Nierbekken
11.    Kasa besar, kasa kecil, bantalan kasa
12.    Balutan kasa ekstra
13.    Plester
14.    Kantung plastik untuk sampah
15.    Selimut mandi, bantalan tahan air
16.    Aseton
B.       Prosedur
1.        Jelaskan prosedur kepada klien
2.        siapkan peralatan yang diperlukan di meja (jangan membuka peralatan)
3.        Posisikan klien sehingga larutan irigasi akan mengalir dari bagian atas
4.        tepi luka ke dalam kom yang diletakkan di bawah luka
5.        Letakkan bantalan tahan air dibawah klien 
6.        Cuci tangan secara menyeluruh
7.        Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester
8.        Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan mengarah pada balutan(bila masih terdapat plester pada kulit, dapat dibersihkan dengan aseton)
9.        Angkat balutan secara perlahan dengan menggunakan forsep atau pinset
10.    Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan meneteskan normal salin steril atau air steril
11.    Observasi karakteristik dan jumlah drainase pada balutan
12.    Buang balutan kotor pada nierbekken atau kantung plastik, hindari kontaminasi permukaan luar kantung. Lepaskan sarung tangan dengan menarik bagian dalam keluar. Buang pada nierbekken
13.    Buka nampan balutan steril. Balutan, gunting pinset dan forsep harus tetap pada nampan steril. Buka kom dan tuangkan larutan (volume bervariasi tergantung ukuran luka dan banyaknya drainase). Buka spuit siapkan tray balutan.
14.    Pakai sarung tangan steril
15.    Letakkan kom bersih menempel pada kulit klien di bawah insisi atau letak luka
16.    Hisap larutan kedalam spuit Saat memegang ujung spuit tepat diatas Iuka, irigasi dengan peralatan tapi secara kontinu dengan tekanan yang cukup untuk mendorong drainase dan debris. Hindari menyemburkan atau menyemprotkan larutan. Irigasi tepat diatas luka.
17.    Lanjutkan irigasi sampai larutan yang mengalir ke dalam kom jernih
18.    Dengan kasa steril, keringkan tepi luka. Bersihkan dari yang kurang terkontaminasi sampai ke Area yang terkontaminasi. Bergerak secara progresif menekan dari garis insisi atau tepi luka 8. Tutup dengan kasa steril
19.    Pasang plester diatas balutan
20.    Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempat yang telah disediakan
21.    Sisihkan semua afat dan Bantu klien kembali pada posisi nyaman
22.    Cuci tangan
23.    Catat pada catatan perawat
















PENCEGAHAN INFEKSI
Penggunaan antibiotika di rekomendasikan bila di temukan beberapa faktor risiko antara lain:
       Tertunda presentasi (> 12hrs)
       Luar badan
       Luka berat kotor
       Luka tusukan (terutama pada kaki)
       Fraktur terbuka / terkena tendons
DEBRIDEMENT
       Membuang jaringan mati
       Membuang material asing
       Membersihkan jaringan yang terkontaminasi
       Mempertahankan struktur penting semaksimal mungkin
TEKNIK debridemen
       Bedah debridemen
       MEKANIK debridemen
       AUTOLYTIC debridemen
       ENZIMATIS debridemen






BAB  V
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, kematian sel.
Perawatan luka dilakukan untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit serta bertujuan : mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan membran  mukosa, bertambahnya kerusakan jaringan, mempercepat penyembuhan, membersihkan luka dari benda asing atau debris, drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat, mencegah perdarahan, mencegah excoriasi kulit sekitar drain.
B.      Saran
Hal yang penting dilakukan oleh perawat adalah mencatat penggantian balutan, mengkaji keadaan luka dan respon pasien,serta memahami jenis luka, fase atau tahap penyembuhan luka sebelum melakukan perawatan luka.



DAFTAR PUSTAKA

1.    Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of Skin and Soft Tissue Wounds, An Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 1992.
2.    Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993.
3.    Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.
4.    Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor, Bina rupa Aksara, Jakarta 1991.
5.     Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah, Hipokrates Jakarta, 1992.
6.    Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S, Pedoman Tindakan Medik dan Bedah, EGC Jakarta 2000.
7.    Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta, 1995.
8.    Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP Surabaya, 1987.
9.    Zachary CB, Basic Cutaneous Surgery, A Primer in Technique, Churchill Livingstone, London GB, 1990.
  1. Doengoes, (2002). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
  2. Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
  3. Price, Anderson Sylvia. (1997) Patofisiologi. Ed. I. Jakarata : EGC.